Sekolah Film Diperlukan Jika Ada Standar Pekerja Film Yang Jelas

15-03-2016 / KOMISI X

Wacana pembentukan sekolah perfilman yang akhir-akhir ini mengemuka dalam setiap rapat Panja Perfilman Komisi X DPR RI, mendapat sorotan dari Anggota Komisi X DPR RI Lucky Hakim. Ia menilai, sekolah perfilman akan menjadi mubadzir, jika standar mengenai pekerja film belum ditentukan.

 

“Saya rasa, sekolah perfilman ini penting, kalau ada standarnya. Jika tak ada standarisasi, maka akan mubazir. Biar sehebat apapun sekolah perfilman, realitanya banyak orang yang tidak sekolah, tapi bisa menjadi pelaku film, karena memiliki skill,” nilai Lucky, usai RDP dengan Ketua Persatuan Karyawan Film dan Televisi, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Senin (14/03/2016) malam.

 

Yang dimaksud Lucky dengan standardisasi itu yakni acuan yang diberikan kepada para calon pekerja film, ketika akan melamar pada proyek film. Sehingga, nantinya, setiap pekerja film akan menjalani ujian terlebih dahulu, yang itu hanya ada di sekolah perfilman, dan akan mendapatkan semacam sertifikasi untuk melamar pekerjaan di proyek film.

 

“Sekolah ini diadakan untuk melatih agar tercipta pekerja film yang terlatih. Tapi ketika mereka mencari pekerjaan tapi ternyata yang diserap adalah orang-orang yang tidak perlu lulusan sekolah perfilman, karena tidak ada regulasinya, lalu, ngapain sekolah,” kata Lucky, seolah bertanya.

 

Untuk itu, politisi F-PAN ini menyarankan, agar dibuat dulu standardisasi dalam perfilman, terkait pekerjanya. Sehingga, setiap orang akan menjalani sekolah perfilman, untuk mendapatkan sertifikat melamar pekerjaan di proyek film. Apalagi, dengan dibukanya 100 persen DNI untuk perfilman, tentunya dibutuhkan pekerja film yang mampu bersaing dengan asing.

 

"Selama ini, kita tidak ada standar di insan perfilman kita. Masih awang-awang, karena kita tidak punya instrumen untuk mengukur. Bisa jadi, yang kita tonton di TV saat ini, adalah produk dari hasil-hasil orang yang tidak memiliki standar tertentu dalam perfilman,” khawatir Lucky.

 

Politisi asal dapil Jawa Barat itu yakin, jika nanti ada standar yang jelas, maka niatan pekerja film untuk bersekolah juga akan ada.

 

Sementara itu Anggota Komisi X DPR RI Venna Melinda (F-PD) berharap, sekolah perfilman akan dibuat di seluruh wilayah Indonesia, baik di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan, ataupun tingkat Perguruan Tinggi.

 

“Kita membayangkan, nanti di setiap provinsi, akan ada Fakultas Perfilman. Nanti dalam revisi UU No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, akan dimasukkan ke dalam pasal tentang pendidikan perfilman. Kita akan mulai dari tingkat SMK, karena paling siap kerja. Kemudian yang lebih lanjut di tingkat Perguruan Tinggi,” harap politisi asal dapil Jawa Timur itu. (sf)/foto:azka/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...